Jumat, 10 November 2017

KEN DEDES STRI NARESWARI

Ken Dedes adalah Bunga, yakni 'Bunga Desa' Panawijen yang oleh Pararaton dikabarkan sangat masyhur di kawasan Timur Gunung Kawi hingga Tumapel. Ken Dedes dilukiskan sebagai wanita cantik yang kecantikannya diibaratkkan mampu mengalahkan keindahan Sang Hyang Sasadara (Rembulan).

Dalam naskah Pararaton, Ken Dedes juga digambarkan sebagai seorang yang mendapat karma 'amamadangi', yakni perilaku yang tercerahkan lantaran matang dalam ilmu. Dalam arca perwujudannya, Ken Dedes diwujudkan sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan Tertinggi (Prajnaparamita).

Jadi, Ken Dedes bukanlah wanita yang hanya cantik secara ragawi, namun juga elok kepribadinnya (inner beauty), cantik luar dalam. Oleh karenanya, cukup beralasan jika Ken Dedes mendapat sebutan 'Stri Nareswari' (Wanita Utama). Hal ini dapat dipahami, karena Ken Dedes merupakan putri seorang pendeta beragama Buddha aliran Mahayana, bernama Mpu Purwa. 

Foto di Depan Arca Perwujudan Ken Dedes di Malang - Jawa Timur 

Dalam kitab Pararaton dikisahkan bahwa Ken Angrok terperangah ketika tanpa sengaja melihat betis Ken Dedes, hingga terlihatlah bagian rahasianya yang bersinar. Menurut Danghyang Lohgawe, seorang Brahmana dari India, wanita dengan pertanda demikian memiliki potensi kebesaran. Siapapun yang menikahinya, kelak dia dan sanak keturunannya akan menjadi orang/raja besar. Apa yang diramalkan Danghyang Lohgawe terbukti benar, keturunan Ken Dedes terbukti bukan hanya menjadi raja-raja di Tumapel (Singhasari), namun juga menjadi raja-raja di Majapahit. Oleh karena itu, cukuplah alasan bila Ken Dedes dinyatakan sebagai “ibu sekalian para raja”.  Selengkapnya Pararaton mengisahkan:

"..Satekanira ring taman Boboji sira Ken Dedes tumurun saking padati, katuwon pagawening Widhi, kengis wetisira, kengkab tekeng rahasyanira, neher katon murub denira Ken Angrok, kawengan sira tuminghal, pituwi dening hayunira anulus, tan hanamadani ring listu hayunira, kasmaran sira Ken Angrok tan wruh ring tingkahanira. Saulihira Tunggul Ametung saking pacangkrama, sira Ken Angrok awarah ing sira Danghyang Lohgawe, lingira : ʺBapa Danghyang, hana wong istri murub rahasyane, punapa laksananing stri lamun mangkana, yen hala rika yen ayu rika laksananipun ?ʺ. Sumahur sira Danghyang: ʺSapa iku kaki ?ʺ. Lingira Ken Angrok: ʺWonten bapa, wong wadon katinghalan rahasyanipun deningsunʺ. Lingira Danghyang Lohgawe: ʺYen hana istri mangkana kaki, iku Stri Nariçwari arane, adimukyaning istri iku kaki, yadyan wong papa angalapa ring wong wadon iku, dadi ratu añakrawarti..".

"..Setibanya ditaman Boboji Ken Dedes turun dari kereta, kebetulan dengan takdir Dewa, terbukalah betisnya, sampai kebagian pusatnya, lalu tampak bersinar oleh Ken Angrok, kecantikannya yang murni, tak ada yang menyamai cantiknya, jatuh cintalah Ken Angrok tak tahu apa yang diperbuatnya. Sepulang Tunggul Ametung dari tempat bercengkrama, Ken Angrok memberi tahu kepada Danghyang Lohgawe, katanya: ʺBapak Danghyang, adalah seorang wanita yang pusatnya mengeluarkan cahaya, apakah tandanya wanita begitu, tanda baik atau buruk ?ʺ. Menjawablah sang Danghyang: ʺSiapakah itu, anakku ?ʺ. Berkata Ken Angrok: ʺAda seorang wanita yang tampak bagian pusatnya olehku, bapakʺ. Berkatalah Danghyang Lohgawe: ʺAnakku, jika ada wanita serupa itu, namanya Stri Nariçwari, wanita paling utama itu anakku, meskipun orang hina kalau mengambil wanita itu sebagai isterinya maka ia akan jadi raja besar..".

[Sumber: Kitab Pararaton]

J.L.A. Brandes, 1897, Pararaton (Ken Arok) of het boek der Koningen van Tumapěl en van Majapahit. Uitgegeven en toegelicht. Batavia: Albrecht; 's Hage: Nijhoff. VBG 49.1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...