Sabtu, 07 September 2019

MEGALIETEN TE MODO BIJ LAMONGAN

Situs megalitik ini secara administrasi terletak di Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan. Peninggalan masa lampau berupa tatanan batu alami berbentuk punden berundak ini oleh masyarakat sekitar dikenal dengan nama Sitinggil (Siti artinya tanah dan Inggil artinya tinggi). Jika diamati, situs megalitik Sitinggil ini hampir mirip seperti candi Pendawa yang ada di gunung Pawitra/Penanggungan. Perlu untuk diketahui bahwa percandian yang ditemukan di gunung Penanggungan mayoritas berbentuk punden berundak, yang mana bentuk bangunan ini merupakan bentuk bangunan budaya megalitikum asli lokal dengan puncaknya berupa altar dan kemuncak. 

Foto Sitinggil Koleksi KITLV Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies, Published Between 1941 and 1953. 

Pada kisaran tahun 1870-an, J.A.B. Wiselius, seorang controleur Jawa dan Madura, mencatat dan melapor ke Pemerintah Residence dan Pusat mengenai keberadaan suku atau komunitas Modo di wilayah District Lengkir Afdelling Lamongan yang selalu mengkaitkan nama Modo dan beberapa tempat kuno di sekitarnya dengan tokoh Mahapatih Gajah Mada. 

Foto Sitinggil Tahun 2017 Koleksi Pribadi Penulis Blog

Laporan Wiselius tersebut merujuk pada cerita tutur/folklore yang berkembang di sana. Menurut cerita lokal masyarakat Modo disebutkan ada banyak tempat-tempat kuno dan petilasan di sekitar wilayah Modo dan Ngimbang yang berkaitkan dengan Gajah Mada, seperti situs megalitik Sitinggil di Modo dan Makam Dewi Andong Sari (makam ibunda Gajah Mada) di Gunung Ratu, Ngimbang.

Menurut cerita tutur, dahulu sewaktu Gajah Mada masih kecil sering melihat iring-iringan pasukan kerajaan Majapahit dari atas bangunan punden berundak Sitinggil, ketika sedang menggembala kerbau. Situs megalitik Sitinggil posisinya memang cukup tinggi, karena itu Joko Modo (pemuda dari Modo, nama Gajah Mada sewaktu masih kecil) bersama teman-temannya selalu memantau kerbau-kerbau peliharaan mereka dari atasnya. 

Folklore mengenai Gajah Mada tersebut tentunya bukanlah cerita baru atau Hoax hasil bualan orang jaman sekarang. Cerita tutur tersebut sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, dan secara turun temurun terus dituturkan dari generasi ke generasi. Perlu untuk diketahui bahwa baik cerita tutur/folklore maupun data tekstual (prasasti atau susastra) sama-sama merupakan sumber sejarah.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...