Rabu, 14 Maret 2018

JAWI TEMPLE (JAJAWA/JAWAJAWA)

Jawi Temple is situated on the foot of Welirang Mountain, exactly in Candi Wates Village, Prigen Underdistrict, Pasuruan Regency. Verse 56 of Nãgarakṛtãgama mentions that Jawi Temple was built by the last king of Singhasari Kingdom, Çrĩ Kertanegara (Bhatara Çiwabuddha), as a worship shrine for Shiva-Buddhist followers, a religious sect that combines the teachings of Shiva (Hindu) and Buddhist. While being a worship shrine, Jawi Temple is also a place where Kertanegara ashes are kept.

Jawi Temple 

This temple was probably built in two period of construction. Verse 57 of Nãgarakṛtãgama mentions that in the Javanese year of 1253 (Çaka)/1331 AD (chronogram: Fire Shooting Day), Jawi Temple was struck by lighting. In the incident, the statue of Maha Aksobhya disappeared. The disappearance of the statue had made King of Majapahit Kingdom, Hayam Wuruk (Çrĩ Rãjasanagara), sad when the king visited the temple. A year after the incident, Jawi Temple was rebuilt.

Jajawa Temple 

KAKAWIN NÃGARAKṚTÃGAMA/DEÇAWARṆANA 

PUPUH 55
(Bait 3) "rahina muwah ri tambak i rabut wayuha ri balanak linakwan alaris, anuju ri pandakan ri bhanarāngin amêgil i datên nire padamayan, maluy anidul manulwan umare jajawa ri suku san hyan adri kumukus, marêk i bhatāra dharmma saha puspa pada padaha garjjita wwan umulat."

Terjemahan:
"Siang harinya kembali melakukan perjalanan lewat Tambak, rabut Wayuha, dan Balanak. Kemudian menuju Pandakan, Bhanarangin, beliau (Raja Hayam Wuruk) hendak menginap dan mendatangi Padamayan, mengikuti pergi ke Selatan, kemudian ke arah Barat mendatangi JAJAWA (Candi Jawi), di kaki gunung Kumukus (Welirang), mendatangi candi Sang Batara, melakukan upacara tabur bunga dengan diiringi gendang kecil, menggembirakan orang yang melihat."

Jawajawa Temple

PUPUH 56
(Bait 1) "Ndan tinkah nikanan sudharmma rinusāna rakwa karênö, kīrtti Çri Krtanāgara prabhu yuyut nareswara sira, têkwan rakwa sirānadistita sarīra tan hana waneh, hetunyan dwaya saiwa boddha san amūja nūni satata."

Terjemahan:
"Adapun keindahan candi makam itu terdengar sejak dahulu, yang mendirikan sang raja Kertanagara (Singhasari), kakek buyut sang Baginda (Raja Hayam Wuruk). Dan lagi, seperti yang diketahui, hanya jasad beliau (Raja Kertanagara) yang dikebumikan disitu, begitulah, pengikut Siwa-Buddha, memuja candi itu sedari dulu dengan cara yang benar."

(Bait 2) "Cihnan candi ri sor kasaiwan apucak kaboddhan i ruhur, mwan ro jro siwawimbha sobhita halêp nirāparamitā, aksobhya pratime ruhur makuta tan hanoliyanika, sanke siddhi niran winasa tuhu sūnyatwa parama."

Terjemahan:
"Ciri-ciri candinya adalah bagian bawahnya bersifat Siwa, dan Buddha di bagian puncak tertingginya, adapun tanda kedua, di dalam terdapat arca Siwa yang cemerlang, pesona tak terperikan, (sedangkan) arca Aksobhya di bagian atasnya bermahkota, tiada tara indahnya, yang karena suci dan kesempurnaannya, sesungguhnya yang utama dan sejati telah kembali ke Surgaloka."

PUPUH 57
(Bait 4) "Pilih anala çararkka rakwa çakabde hyan arccan hilaɳ, ri hilanira sinamber iɳ bajraghosa sucandi dalm, pawarawarahiraɳ mahaçrawakawas/ ndatan ançaya, pisaninu waluya darmma tkwan kadohan huwus."

Terjemahan:
"Tahun Saka api memanah hari (1253) itu hilangnya arca, Waktu hilangnya halilintar menyambar ke dalam candi, Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka, Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?." 

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...