Rabu, 25 April 2018

KAMPUNG KUNO BLAWI, KAMPUNG ASAL PRASASTI BALAWI 1227 ÇAKA/1305 M

Prasasti Balawi 1227 Çaka/1305 M dikeluarkan oleh raja Majapahit yang pertama, yakni Çrĩ Kṛtarãjasa Jayawarddhana atau Raden Wijaya. Prasasti yang dibubuhi tanda senjata berupa trisula (tinaṇḍa pãlaga triçũlamukha), senjata tombak berujung mata tiga, ini berisi tentang pengukuhan desa Balawi sebagai daerah perdikan atau sima swatantra atas permohonan sang Wirapati. Keswatantraan Balawi sebenarnya telah diberikan sejak masa pemerintahan Çri Harsawijaya (Raja di Bhumi Janggala), namun belum dikukuhkan dengan prasasti. Oleh karena itu, Wirapati memohon kepada Maharaja Narāryya Sanggramawijaya (Raden Wijaya) untuk mengukuhkan keswatantraan tanah Balawi dalam bentuk prasasti (lempeng IV recto baris ke 1-2 dan lempeng VI recto baris ke 5).

Gapura Dusun Blawi, Desa Blawirejo, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan

Lempeng IV recto baris ke 1-2 memberitakan:
1. "..dyakna kaswatantrā nira śri harsawijaya kirtya śri maharājā riŋ loka. Maŋkana rasani hatur saŋ wirapati ri śri maharājā. Pinirĕsĕpakĕn de rakryān apatih. An sa.." , "..tentang keswatantraan-nya Çri Harsawijaya. Mulialah Çri Maharaja di dunia. Demikianlah isi permohonan Sang Wirapati kepada Çri Maharaja (narāryya Sangramawijaya). diberitahukan kepada rakryyan apatih. Dengan.. "

2. "..ksat darsanā riŋ loka kirti paduka śri maharājāngasthityakĕn sima tānpa praśasti.." , "..demikian terlihatlah di dunia kemuliaan paduka Çri Maharaja yang meneguhkan tanah sima tanpa prasasti.."

Lempeng VI recto baris ke 5 memberitakan:
5. "..maka rasāmratisubaddhākne sakramanikiŋ kawnańakna kanaŋ sima riŋ balawi. suknirāji nini pwa śri hārsawijaya.." , "..isinnya yaitu pengukuhan hak-hak terhadap tanah sima di Balawi. sejak pemerintahan Çri Harsawijaya.."

Prasasti Balawi di Museum Nasional Jakarta

Dyah Lembu Tal atau Çri Harsawijaya adalah ayah dari Raden Wijaya, seperti yang terberitakan dalam Kakawin Nãgarakṛtãgama atau Deçawarṇana pupuh 47 bait 1, "..dyah lmbu tal sira maputra ri saɳ narendra.." , "..Dyah Lembu Tal itulah bapak Baginda Nata..". Nama Çri Harsawijaya kemudian menjadi nama Dyah Wijaya atau Raden Wijaya, jadi Raden Wijaya punya nama yang 'Nunggak Semi' dengan ayahnya.

Prasasti Mula-Malurung (1177 Çaka/1255 M) lempeng VI verso baris ke 6 memberitakan bahwa Çri Harsawijaya, kapernah pahulunan atau keponakan dari Narāryya Sminiŋrāt, ditempatkan di singgasana ratna di bhūmi Janggala..". Sedangkan, menurut kakawin Nãgarakṛtãgama Pupuh 46 bait 2, Dyah Lembu Tal adalah keponakan dari Narāryya Sminiŋrāt. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Çri Harsawijaya dan Dyah Lembu Tal sebenarnya merupakan orang yang sama. Posisi Çri Harsawijaya sebagai Raja di Bhūmi Janggala tentunya sesuai dengan letak Desa Balawi (Blawirejo, Kedungpring, Lamongan), yang mana wilayah tersebut (wilayah Lamongan) merupakan wilayah Bhūmi Janggala.

Tanda Senjata Berupa Trisula, Senjata Tombak Berujung Mata Tiga

Prasasti yang terbuat dari lempeng perunggu (tamra prasasti) ini, juga menyebutkan bahwa Raden Wijaya merupakan suami dari putri-putri Çrĩ Kṛtanagarā (Bhatara Çiwabuddha) atau menantu dari raja Kertanagara, raja terakhir kerajaan Singhasari (Çrĩ krĕttanãgara rãjãdhinatha suputrika).

Prasasti yang beraksara dan berbahasa Jawa Kuna ini, diduga kuat berasal dari Dusun Blawi, Desa Blawirejo, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan. Dugaan itu muncul dari adanya kesamaan/kemiripan toponim, baik dari desa yang mendapatkan anugrah sima, maupun dari desa-desa/wanua-wanua yang berbatasan dengan tanah perdikan Balawi (toponim dari wanua tepi siring), jika dilihat dari posisi desa Blawirejo saat ini.

Demikianlah nama-nama desa/wanua perbatasan perdikan Balawi yang tersebut di prasasti Balawi [sumber: Muhammad Yamin, Tatanegara Majapahit - Parwa I, hlm. 258] :

[Alih Aksara]
"..kunêŋ parimananikaŋ lmaḥ sima riŋ balawi . riŋ pũrwwa hasiḍaktan lawan malaṅe . riṅ agneya asiḍaktan lawan magaraŋ . riŋ dakṣiṇa asiḍaktan lawan mabuwur . riŋ nairiti asiḍaktan lãwan manaṇḍe . riŋ paçeima asiḍaktan lãwan malaṅi . riŋ bayabya asiḍaktan lãwan mule . riŋ uttara asiḍaktan lawan watuputiḥ . riŋ ṅaiçanya asiḍaktan lã[wan] watuputiḥ samaṅkana parimananikaŋ lmaḥ sima riŋ balawi.."

[Alih Bahasa] 
"..maka batas tanah perdikan di balawi . di timur bersebelahan dengan malange (mlangean/desa sidomlangean) . di tenggara bersebelahan dengan magarang (dusun megarang, desa nglebur) . di selatan bersebelahan dengan mabuwur (?) . di barat daya bersebelahan dengan manande (dusun mekande, desa mekanderejo) . di barat bersebelahan dengan malangi (?) . di barat laut bersebelahan dengan mule (dusun malo, desa sukomalo) . di utara bersebelahan dengan watuputih (gunung kendeng/kapur) . di timur laut bersebelahan de[ngan] watu putih (gunung kendeng/kapur) demikianlah batas tanah perdikan di balawi.."

Gapura Dusun Megarang (Magarang), Perbatasan Sebelah Tenggara Dengan Desa Blawi(Rejo) 

Meskipun sebagian besar desa/wanua yang tersebut di prasasti sudah mengalami perubahan nama, seperti dari malange menjadi mlangean/sidomlangean, manande menjadi mekande/mekanderejo, dan mule menjadi malo/sukomalo, akan tetapi secara toponimi perubahan ini masih bisa diterima. Sedangkan untuk toponim magarang dan balawi tidak mengalami banyak perubahan, hanya saja sekarang kedua wanua/desa tersebut berubah menjadi dusun (Dusun Megarang - Desa Nglebur, dan Dusun Blawi - Desa Blawirejo).

Gapura Dusun Malo (Mule), Perbatasan Sebelah Barat Laut Dengan Desa Blawi(Rejo) 

Dan, untuk watu putih sendiri patut diduga merujuk kepada gunung kendeng/kapur (gunung pegat). Di Lamongan pada masa Hindia Belanda (tahun 1824-1870, 1891-1906, 1911, dan 1913), Gunung Kendeng pernah menjadi nama dari sebuah wilayah administrasi kepemerintahan, yakni Kawedanan [Sumber: Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan, Lamongan Memayu Raharjaning Praja, hlm. 38-42]. 

Berdiskusi Bersama Perangkat Desa Blawirejo di Kantor Desa Blawirejo Untuk Menggali Informasi

Monggo dibahas secara lebih mendalam di acara Jagong Budaya dalam rangkaian kegiatan TOURING SEJARAH LAMONGAN KE-V "Jelajah Situs Sejarah Lamongan (Masa Klasik - Kolonial)" tanggal 12 Mei 2018, DALAM RANGKA MEMPERINGATI HARI JADI LAMONGAN KE-449. Dan, untuk informasi tambahan, dalam pelaksanaan kegiatan Touring Sejarah Lamongan Ke-V, tanah perdikan Balawi (desa Blawirejo) juga akan dikunjungi sekaligus sebagai tempat untuk ishoma. 

15 komentar:

  1. Balasan
    1. Monggo mas.. Ikut acara Touring Sejarah Lamongan Ke-V 2018

      Hapus
    2. LBot diagendakan Nang Blawi piye Om ...

      Hapus
  2. Balasan
    1. Monggo mas.. Ikut acara Touring Sejarah Lamongan Ke-V 2018.

      Hapus
  3. Balasan
    1. Monggo mas.. Ikut acara Touring Sejarah Lamongan Ke-V 2018.

      Hapus
  4. Mantap tenan kampungku rekkkkk...👍👍👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Monggo.. Ikut acara Touring Sejarah Lamongan Ke-V 2018.

      Hapus
  5. Sebelah barat bukan nya sidobangun to mas,hee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mangkanya itu mas, kalau menurut prasasti bersebelahan dengan Malangi?. Nama desa ini sekarang sudah tidak ada lagi, yang ada sekarang namanya desa Sidobangun.

      Hapus
  6. Yap,betul betul.jangan sampai kita melupakan sejarah.karena itu adalah bagian dari warisan kita guna lebih memajukan kampung kita.dan bagian dari satu kesatuan yang tak terpisahkan.

    BalasHapus

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...