Kamis, 04 Januari 2018

KONSEP TRI MANDALA PADA KOMPLEK PEMAKAMAN SUNAN SENDANG DUWUR

Bentuk bangunan pada komplek pemakaman Sunan Sendang Duwur di Paciran - Lamongan, bisa dibilang masih lumayan utuh dari konsep Tri Mandala (Tri = Tiga dan Mandala = Wilayah/Daerah).

Gapura Bentar atau Candi Bentar 

Konsep Tri Mandala terdiri dari Tiga Ruang (Tiga Gapura). Ruang pertama disebut Kanistama/Nista Mandala (area/zona luar), di ruangan ini biasa dilakukan kegiatan fisik yang bersifat "kasar" seperti membuat tempat sesajen atau persiapan upacara keagamaan dan lain-lainnya. Mandala yang kedua adalah Madhyama/Madhya Mandala (area tengah), ruangan ini diperuntukkan untuk kegiatan seni seperti menari, memainkan gamelan, berkidung/bermocopat, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk ruang yang terakhir disebut dengan Uttama Mandala (area utama), yaitu suatu ruangan yang khusus untuk melakukan kegiatan sembahyang/ibadah. 

Gapura Ruang Uttama Mandala Berupa Gapura Paduraksa Bersayap 

Setiap memasuki kemasing-masing ruang mandala akan melalui gapura yang bentuknya berbeda-beda. Gapura untuk masuk ke Uttama Mandala berupa Candi Kurung/Gapura Paduraksa (Melengkung tertutup menjadi satu tangkaian). Di komplek pemakaman Sunan Sendang Duwur, gapura untuk memasuki ruang Uttama Mandala berupa Candi Kurung Paduraksa Bersayap, sama seperti yang terdapat di Pura Luhur Uluwatu Bali. Sedangkan gapura untuk masuk ke Kanistama/Nista Mandala berupa Gapura Bentar atau Candi Bentar.

Bagian Belakang Gapura Paduraksa Bersayap 

Selasa, 02 Januari 2018

KAMPUNG KUNO CANE, KAMPUNG ASAL PRASASTI CANE 943 ÇAKA/1021 M

Prasasti Cane (koleksi Museum Nasional) diyakini dan diduga kuat berasal dari Dusun Cane, Desa Candisari, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Dugaan ini diperkuat dari toponim Cane yang hanya ditemukan di Lamongan. Nama yang identik dengan roti khas dari India (roti cane/canai) ini memang tidak dijumpai di tempat-tempat lain di seluruh Jawa Timur, bahkan mungkin di seluruh Jawa. Jadi, nama Desa/Dusun Cane itu hanya terdapat di Lamongan. Selain toponim, dugaan itu juga didukung dengan bukti sebaran prasasti peninggalan raja Airlangga yang banyak ditemukan di wilayah sekitaran Cane (wilayah Lamongan Selatan). Bukan hanya itu, dari keterangan warga Cane yang saya jumpai, mereka mengaku bahwasanya wilayah Cane pada zaman dulu merupakan benteng kerajaan Airlangga.

Cerita tutur itu juga disertai dengan bukti jejak bata kuno berukuran besar yang menurut warga setempat diyakini sebagai bekas reruntuhan benteng kerajaan Airlangga. Maka tidak heran jika di Dusun yang mempunyai nama unik dan langka ini, banyak dihiasi papan keterangan mengenai raja Airlangga. Disana, nama putra Airlangga, Mapañji Garasakan, juga diabadikan menjadi nama sebuah jalan.

Papan Keterangan dan Plang Nama Jalan di Dusun Cane

Prasasti Cane (943 Çaka/1021 M) dikeluarkan oleh raja Airlangga dengan gelar abhiseka Çri Mahãrãja Rakai Halu Çri Lokeçwara Dharmmawaṅça Airlaṅga Anãntawikramottuṅgadewa, dengan Çrĩ Sanggrãmawijaya Dharmmaprasãdottunggadewi (anak perempuan Airlangga dengan permaisuri) sebagai Rakryãn Mahãmantrĩ i Hino untuk pertama kalinya.

Prasasti Cane merupakan prasasti pertama pada masa pemerintahan raja Airlangga. Dan, jika dilihat pada bagian Sambandha-nya atau bagian alasan prasasti tersebut dikeluarkan oleh raja, prasasti Cane masuk pada fase konsolidasi. Fase dimana pemberian status sima pada Desa Cane dikarenakan rasa simpati raja kepada penduduk Desa Cane yang berjuang di garis depan dengan menjadikan desanya sebagai benteng pertahanan. Pada masa fase konsolidasi biasanya isi prasasti menjelaskan pemberian anugerah sima kepada desa tertentu karena jasa mereka dalam membantu raja pada saat peperangan.

Papan Selamat Datang di Dusun Cane

Prasasti Cane menyebut lokasi penting, yakni Keraton Airlangga di Wwatan Mas: 
"..Çrĩ Mahãrãja ri maniratna singhasana makadatwan ri wwatan mas..."
"..Sri Maharaja di singgasana permata berkedaton/berkeraton di Wwatan Mas..".


Selain itu, prasasti Cane juga menyebut adanya bangsa asing yang dikenai pajak (wārggā kilalān):
"..i kanaŋ wārggā kilalān kliŋ āryyā sińhala paņdikira dravida campa kmir rĕmĕn..".
"..adalah wargga kilalan (warga yang dikenai pajak khusus) yaitu klin (keling) aryya (arya) sinhala (Srilangka) pandikira (Pandikira dari India) drawida (salah satu suku dari India) campa (Vietnam) kmir (Khmer) remen (atau Mon adalah salah satu suku dari Burma)..". 

Adanya penyebutan bangsa asing di prasasti Cane, menunjukkan bahwa masyarakat Cane pada masa itu telah menjalin hubungan (ekonomi, sosial, budaya) dengan bangsa dari Asia Selatan maupun Asia Tenggara. 

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...