Selasa, 11 Juni 2019

THE HISTORY OF BANI WONGSO DASMADI

Sebuah dinasti atau wangsa atau trah itu ada dan terlahir melalui proses panjang kesejarahan dari pendahulunya atau leluhurnya. Demikian halnya dengan trah Wongso Dasmadi, sebuah klen yang sudah sampai pada keturunan ke-4 (canggah) ini, awal mulanya berasal dari pernikahan dua anak manusia (mbah buyut saya), yakni mbah Wongso Dasmadi dengan mbah Suwarti. Kini, trah yang telah melahirkan silsilah keluarga yang panjang ini, tercatat memiliki daftar nama 100 orang lebih, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal, yang terdiri dari: Keturunan pertama (anak); Keturunan kedua (cucu); Keturunan ketiga (cicit); dan Keturunan keempat (canggah).

Ketika menghadiri acara arisan keluarga besar, seringkali kita baru menyadari banyaknya jumlah sanak saudara yang kita miliki. Namun, tidak sedikit orang yang malah tidak mengenali anggota keluarga besarnya sendiri. Penyebabnya pun bermacam-macam, dari akibat tidak pernah bertemu karena terpisah jarak, atau karena sejak awal memang tidak pernah diperkenalkan oleh orang tua mereka. Maka dari itu, di Jawa ada istilah “Ojo Nganti Kepaten Obor”. Dalam budaya Jawa, ungkapan ini lebih banyak disampaikan dalam konteks keluarga khususnya dalam hal silsilah keluarga. 

Jika seseorang sudah 'Kepaten Obor', maka ia adalah orang yang tidak mengetahui siapa keluarganya/tidak mengenal sanak familinya. Di situlah pentingnya pemahaman tentang silsilah keluarga, khususnya bagi generasi muda dalam wangsa atau dinasti atau trah. Pasalnya, saat ini semakin banyak anak muda yang sudah "putus pertalian" dengan generasi yang lebih tua atau saudara jauhnya. Jadi, jargon “Ojo Nganti Kepaten Obor” diungkapkan dengan maksud untuk membangun ikatan tali silaturahmi. 

Substansi silaturahmi secara jelas ditegaskan dalam ayat Al Quran. Dasar silaturahmi dapat kita temukan dalam surat An-Nisa' ayat 1, dengan penegasan kalimat arham yang menjadi kata dasar silaturahmi. Demikianlah Firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa' ayat 1:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."

Hadis Nabi juga mengajarkan tentang pentingnya silaturahmi, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ''Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya dari shalat dan puasa?. Yaitu engkau damaikan orang-orang yang bertengkar, dan barang siapa yang ingin panjang usia dan banyak rezeki, sambungkanlah tali silaturahmi.'' (HR. Bukhâri dan Muslim). Jadi jelas, silaturahmi dan halal bihalal adalah bagian dari perintah agama.

Perintah untuk ber-silaturahmi dan ber-halal bihalal sesuai Quran dan Hadis nampaknya telah diaplikasikan dalam klen Wongso Dasmadi. Trah yang selalu konsisten dalam urusan silaturahmi ini, nampaknya sadar akan pentingnya pemahaman tentang silsilah keluarga. Maka dari itu, setiap tahunnya keluarga besar Bani Wongso Dasmadi selalu mengadakan acara silaturahmi yang diselenggarakan pada setiap H + 2 Idul Fitri. Dalam kesempatan ini, saya ingin sedikit berbagi informasi mengenai history atau sejarah awal mula lahirnya trah Wongso Djasmadi beserta silsilah keluarganya. Mohon maaf dan mohon dikoreksi kalau ada yang salah!. Maklum saja, disamping penulis merupakan generasi ketiga (cicit), disini penulis juga hanya manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah.

Keluarga Besar Bani Wongso Dasmadi 

|| Sejarah Lahirnya Trah Wongso Dasmadi ||

Awal mula lahirnya trah Wongso Dasmadi, bermula dari pernikahan dua sejoli (mbah buyut saya), yakni mbah Wongso Dasmadi - asal Gresik, dengan mbah Suwarti - asal Lamongan. Mereka berdua merupakan pasangan duda dengan janda, dan sama-sama sudah memiliki keturunan dari pernikahan sebelumnya. Mbah Wongso Dasmadi membawa 1 orang anak laki-laki bernama Kastawi, sedangkan mbah Suwarti membawa 2 orang anak perempuan yang bernama Muntiani dan Isa. Dari pernikahan mbah Wongso Dasmadi dengan mbah Suwarti sendiri dikaruniai 4 orang anak (2 anak laki-laki dan 2 anak perempuan), mereka adalah: Kasmani (anak pertama); Kasman (anak kedua); Masir (anak ketiga); dan Martiah (anak keempat/terakhir).

Berdasarkan riwayat hidupnya, mbah Wongso Dasmadi termasuk tokoh masyarakat yang cukup disegani. Waktu itu, pria tampan berperawakan tinggi besar ini ditunjuk sebagai ketua sinoman di lingkungan Kalibumbung dan Tlogoanyar. Dahulu, di rumah beliau terdapat bangunan 'Besali' yang menghadap ke Timur, dan di depannya ditumbuhi 6 pohon mangga, ada mangga jenis manalagi dan juga mangga jenis podang nanas. Jadi, bisa dibayangkan betapa rindangnya bangunan Besali beliau. Perlu untuk diketahui bahwa 'Besali' merupakan bangunan atau bagian dari rumah yang digunakan untuk bekerja, bentuknya serupa Gasebo. 

Beliau tutup usia tepat 1 hari sebelum pelaksanaan Pemilu pertama di Indonesia. Waktu itu, tahapan pemilu ada 2 tahap. Tahap pertama adalah pemilu untuk memilih anggota DPR yang diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955. Dan, tahap kedua adalah pemilu untuk memilih anggota Konstituante, tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955. Jika mendengar penuturan dari pak dhe Kastari yang menyebut tanggal kematian mbah Wongso Dasmadi adalah tanggal belasan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa mbah Wongso Dasmadi tutup usia pada tanggal 14 Desember 1955. Tepat 1 hari sebelum pelaksanaan pemilu tahap kedua tahun 1955.


Sedangkan untuk mbah Suwarti, menurut cerita, beliau merupakan sosok perempuan pekerja keras. Perempuan cantik berperawakan sedang ini (tidak tinggi juga tidak pendek), mau bekerja untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Perempuan yang berprofesi sebagai tukang pijat panggilan ini, suatu hari mengalami kebutaan akibat komplikasi pada kedua matanya, setelah menjalani proses persalinan anak terakhirnya. 

Perlu untuk diketahui bahwa saat proses persalinan normal, ibu akan berusaha untuk mengejan berulang kali demi mendorong kelahiran bayinya. Hal ini ternyata bisa memicu tekanan berlebihan pada mata dan akhirnya memicu retina robek. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab kebutaan pada kedua mata mbah Suwarti. Salutnya, meskipun kondisinya buta, tapi beliau tetap mau memenuhi panggilan jika ada orang yang membutuhkan jasanya (pijat). Beliau akhirnya tutup usia akibat sakit diare setelah menjalankan ibadah puasa. Mbah Suwarti meninggal dunia pada saat anak terakhirnya, yakni Martiah, menikah dengan suaminya yang kedua, Kemat.

|| Silsilah Keluarga Besar Bani Wongso Dasmadi ||

Seperti diketahui bahwa baik mbah Wongso Dasmadi maupun mbah Suwarti sama-sama sudah memiliki keturunan dari pernikahan sebelumnya. Jadi, keduanya sama-sama membawa anak dalam rumah tangga baru mereka.

|| Keturunan Wongso Dasmadi Dan Suwarti Dari Pernikahan Sebelumnya ||

Dari pernikahan sebelumnya, mbah Wongso Dasmadi memiliki seorang anak laki-laki bernama Kastawi. Menurut cerita, mbah Kastawi dulunya merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang tergabung dalam Peta (Pembela Tanah Air). Karena beliau seorang prajurit, maka setiap tanggal 17 Agustus ketika memperingati hari kemerdekaan RI, rumah mbah Wongso Dasmadi selalu dibersihkan orang sekampung. Dalam hal rumah tangga, Kastawi tercatat menikah hingga tiga kali. Pernikahannya yang terakhir dengan Ngatiyu yang berasal dari Plumpang. Mereka dikaruniai 2 orang anak, 1 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Anak pertama bernama Muntiaya (dhe Ya), dan anak yang kedua bernama dhe Rus. Muntiaya menikah dan dikaruniai 2 orang anak, dan sekarang mereka berdomisili di Plumpang.

Sedangkan, mbah Suwarti dari pernikahan sebelumnya mempunyai 2 orang anak, anak pertama bernama Muntiani (mbah Mun) dan anak yang kedua bernama Isa (mbah Sa). Muntiani tidak mempunyai keturunan, sedangkan Isa dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Ali dan anak yang kedua bernama Tekan. Dhe Ali menikah dengan dhe Sih/Markasih dan dikaruniai 3 orang anak, yaitu: Bambang; Ely; dan Wiwik. Bambang dikaruniai 1 orang anak, Ely dikaruniai 3 orang anak, dan Wiwik dikaruniai 2 orang anak. Dan, untuk Tekan sendiri tidak mempunyai keturunan.

Keluarga Kasman Wongso

|| Keturunan Wongso Dasmadi Dari Pernikahan Dengan Suwarti ||

Pernikahan mbah Wongso Dasmadi dengan mbah Suwarti dikaruniai 4 orang anak. Anak pertama bernama Kasmani (perempuan), anak kedua bernama Kasman (laki-laki), anak ketiga bernama Masir (laki-laki), dan anak keempat/terakhir bernama Martiah (perempuan).

Anak pertama Kasmani (mbah Ni) menikah dengan Minto (mbah Minto) dan dikaruniai 6 orang anak, yaitu: Kasanan; Kastari; Matkiroman; Ana Arista; Anik Arista; dan Ayus. Dhe Kasanan menikah dengan dhe Sri dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Koko (dikaruniai 2 orang anak), dan anak kedua bernama Ayu (dikaruniai 2 orang anak). Dhe Kastari menikah dengan dhe Nik dan dikaruniai 3 orang anak, anak pertama bernama Totok (dikaruniai 1 orang anak), anak kedua bernama Bagus (dikaruniai 2 orang anak), dan anak ketiga bernama Tika (dikaruniai 1 orang anak).

Dhe Matkiroman menikah dengan dhe Tin dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Wawan (dikaruniai 2 orang anak), dan anak kedua bernama Diky. Dhe Ana menikah dengan dhe Huda dan dikaruniai 1 orang anak bernama Hendrik. Dhe Anik menikah dengan dhe Heru dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Boby (dikaruniai 2 orang anak), dan anak kedua bernama Kiky (dikaruniai 1 orang anak). Dhe Ayus menikah dengan dhe Sri dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Dona (dikaruniai 2 orang anak), dan anak kedua bernama Yohan (dikaruniai 1 orang anak).

Keluarga Mulyana Kasman Wongso

Anak kedua Kasman (mbah Man) menikah dengan Asrifa (mbah Apa) dan dikaruniai 13 orang anak, yaitu: Kastin; Kastona; Munanti; Ripan; Siti; Afifah; Mulyana; Mulyono; Mulyanto; Kismiati; Suryani; Edi Santoso; dan Muhammad Ridwan. Dhe Tin/Kastin menikah dengan dhe Supeno dan dikaruniai 4 orang anak, anak pertama bernama Heru (dikaruniai 2 orang anak), anak kedua bernama Yuli (dikaruniai 2 orang anak), anak ketiga bernama Budi (dikaruniai 2 orang anak), dan anak keempat bernama Lena. Dhe Kastona meninggal dunia. Dhe Mun/Munanti menikah dengan dhe Samiun dan dikaruniai 3 orang anak, anak pertama bernama Samiyati (dikaruniai 2 orang anak), anak kedua bernama Munandar (dikaruniai 1 orang anak), dan anak ketiga bernama Munaji. Dhe Ripan meninggal dunia. Dhe Siti meninggal dunia. Dhe Afifah meninggal dunia.

Mulyana (ibu saya/ibu penulis) menikah dengan Siswo Hadi (bapak saya/bapak penulis) dan dikaruniai 5 orang anak, anak pertama bernama Cici, anak kedua bernama Yenny (dikaruniai 2 orang anak), anak ketiga bernama Rinny (dikaruniai 1 orang anak), anak keempat bernama Denny (penulis), dan anak kelima bernama Anggoro (dikaruniai 2 orang anak). Lek Yono/Mulyono menikah dengan bu Lek Bani dan dikaruniai 2 orang anak, anak pertama bernama Bima, dan anak kedua bernama Ronald. Lek Anto/Mulyanto belum menikah. Mama Kikis/Kismiati menikah dengan Om Tono/Martono dan dikaruniai 1 orang anak bernama Putri. Bu Lek Suryani meninggal dunia. Lek Edi Santoso menikah dengan bu Lek Nyomik dan dikaruniai 3 orang anak, anak pertama bernama Dina, anak kedua bernama Daffa, dan anak ketiga bernama Sefrin. Lek Duwan/Muhammad Ridwan menikah dengan bu Lek Ochid dan dikaruniai 3 orang anak, anak pertama bernama Sekar, anak kedua bernama Arya, dan anak ketiga bernama Richies.


Anak ketiga Masir (mbah Masir) menikah dengan Mujiatun (mbah Tun) dan dikaruniai 1 orang anak bernama Mujiono (meninggal dunia). Menurut cerita, Masir bertemu dengan Mujiatun di Malang ketika keduanya bekerja di pabrik sandal. Mujiatun adalah putri dari mbah Dipo asal Polaman - Singosari. Dari informasi yang saya dapatkan, keluarga besar Mujiatun aslinya berasal dari Nganjuk. 

Dan, anak keempat Martiah (mbah Tiah) tercatat menikah hingga 3 kali, yang pertama dengan Pakis dikaruniai 1 orang anak (meninggal dunia), yang kedua dengan Kemat, dan yang ketiga menikah dengan Aji mengadopsi 1 orang anak bernama Agus (meninggal dunia).

Membuat buku silsilah keluarga memang terbilang tidak mudah, akan tetapi saat ini sudah ada aplikasi digital genogram yang mempermudah pembuatan pohon keluarga. Jadi, mari kita saling mengenal keluarga besar kita sebelum terlambat!

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...