Senin, 18 September 2017

LIFE IS A JOURNEY, NOT A DESTINATION

"Laki-laki artinya mempunyai keberanian. Mempunyai martabat. Itu artinya percaya pada kemanusiaan. Itu artinya mencintai tanpa mengizinkan cinta itu menjadi jangkar. Itu artinya berjuang untuk menang." (Alexandros Panagoulis)

PUNCAK B29

Mahameru Puncak Abadi Para Dewa

“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras, diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil. Orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.” (Soe Hok Gie)


Kawah Jonggring Saloko Mahameru

Puncak Bayangan - Gunung Pawitra/Penanggungan 

"Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun yang tidak seberapa." (Seno Gumira Ajidarma)

Tanjakan Cinta, Ranu Kumbolo - Semeru

Jambangan - Semeru

"Kesinilah kami pergi pada rumah angin dan senyum ramah peri-peri. Duduk diam diatas batu menepati janji fajar dalam lamat-lamat sejarah dan ketiadaan. Hanya untuk sekedar berguru pada cahaya dan cakrawala, dimana sesungguhnya kiblat itu ada. Karena Tuhan, kami bertekad menyelami keindahan karyaMu, untuk semakin menundukkan sujudku." (Sajak Pendaki Gunung Awan Tenggara)

Gunung Pawitra/Penanggungan 

Gunung Pawitra/Penanggungan 

"Ada kesenangan dalam hutan tanpa jalan setapak. Ada keceriaan di pantai yang sepi. Ada masyarakat yang tidak saling mengganggu. Di dekat laut yang dalam dan musik dalam raungannya. Aku mencintai manusia. Tapi lebih menyukai alam." (Lord Bryon - Into the Wild)

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 

Gunung Arjuno via Purwosari 

"Mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung." (Soe Hok Gie)

Puncak Ogal-Agil - Gunung Arjuno 

Puncak Hargo Dumilah - Gunung Wukir Mahendra/Lawu

"Engkau tahu apa artinya Indonesia? Indonesia adalah pohon yang kuat dan indah itu. Indonesia adalah langit yang biru dan terang itu. Indonesia adalah mega putih yang bergerak pelan itu. Ia adalah udara yang hangat. Bila kudengar anak-anak tertawa, aku mendengar Indonesia. Bila aku menghirup untaian bunga, aku menghirup Indonesia. Inilah arti tanah air kita bagiku." (Bung Karno)

Puncak Gunung Kemukus/Welirang 

Puncak Gunung Pawitra/Penanggungan 

"Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja bersama angin menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata." (Bung Karno)

"Menyepi itu penting, supaya kamu benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi dari keramaian." (Cak Nun)

Gunung Wukir Mahendra/Lawu Via Cemoro Sewu 

Pos V Mahkutoromo - Gunung Arjuno via Purwosari

"Manusia harus bisa saling mengingatkan kepada kebaikan. Karena gunung, sawah dan lautan hanya bisa mengingatkan kita kepada mantan." (Sudjiwo Tedjo)

"Kenapa aku suka Senja? Karena Negeri ini kebanyakan Pagi, kekurangan Senja, kebanyakan Gairah, kurang Perenungan." (Sudjiwo Tedjo)

Puncak Gunung Kemukus/Welirang 

Gunung Pawitra/Penanggungan 

"Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu. Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni. Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu. Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni. Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu." (Hujan Bulan Juni - Sapardi Djoko Damono)

Gunung Arjuno via Purwosari 

Anak Tangga Menuju Candi Sepilar - Gunung Arjuno via Purwosari 

"Sejatinya, perjalanan ini adalah milik kita sendiri. Kita melangkah bersama tapi mungkin berbeda angan. Ada yang mencari Tuhan, ada yang menggapai cinta, ada pula yang merindukan sepi. Ada juga yang mencoba melipur lara, atau hanya sekedar mengabadikan masa. Namun baru kita sadari, di penghujung jalan ini kita hanya akan mengenal diri sendiri dengan sedikit lebih baik. Karena di alam-lah kita dapat menemukan kepingan jati diri untuk menjadi pribadi yang lebih utuh."

Puncak Gunung Kemukus/Welirang

Puncak Mahameru

Tuhan Menciptakan Alam Semesta Untuk Dijadikan Tempat Merenung Bagi Orang-Orang yang Berfikir dan Berkelana Untuk Mencari Jawaban Dunia Dalam Riuhnya Semesta.


Gunung Bromo

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 


"Life is a journey that must be traveled no matter how bad the roads and accommodations." (Oliver Goldsmith)

TAKE ME TO THE MOUNTAIN..!!  

Kamis, 14 September 2017

JELAJAH SITUS PAWITRA

Gunung Pawitra, nama arkais/kuno dari gunung Penanggungan, merupakan kawasan pegunungan yang terdiri dari puncak Utama (1.653 mdpl) yang dikelilingi oleh delapan puncak Perwara/Pengawal, yakni: Bukit Bekel (1.240 mdpl); Bukit Sarahklopo (1.235 mdpl); Bukit Kemuncup (1.238 mdpl); Bukit Gajah Mungkur (1.084 mdpl); Bukit Jambe (747 mdpl); Bukit Semodo (719 mdpl); Bukit Bende (927 mdpl); dan Bukit Wangi (987 mdpl).

Peserta Jelajah Situs Pawitra Foto Bersama di Puncak Bukit Bekel 

Peserta Jelajah Situs Pawitra Foto Bersama di Candi Lemari

Foto Bersama Kang Surya Sindhu Patih Selaku Pembina Komunitas Jelajah Situs Pawitra 

Willem Frederik Stutterheim, seorang ilmuwan dan ahli purbakala Belanda, secara cermat menangkap kesamaan bentuk gugusan gunung antara gunung Pawitra/Penanggungan dengan gunung Meru (Himalaya), yakni sebuah puncak utama yang dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih rendah. Sehingga, dengan cermat berteori bahwasanya gunung Penanggungan (Pawitra) adalah replika dari gunung Meru (Himalaya). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa gunung Penanggungan adalah sebuah gunung Suci.

Patirthan Jolotundo. Pendakian gunung Pawitra/Penanggungan via Jolotundo

 Candi Kendalisodo, Masterpiece-nya Gunung Pawitra 

Candi Shinta 

Karena gunung Penanggungan merupakan replika dari gunung Meru, yang dalam kosmologi Hindu maupun Buddha dianggap sebagai gunung suci, maka dapat dipahami bila gunung Penanggungan pada zaman dahulu begitu disucikan. Perlu untuk diketahui bahwa Mahameru merupakan gunung suci, pusat alam semesta sekaligus poros penghubung antara mikrokosmos (buana alit) dengan makrokosmos (buana ageng). Puncak Mahameru diyakini sebagai tempat persemayaman sang Jagatnatha (pengatur jagat). Pada delapan penjuru arah mata anginnya, tinggal dewa-dewa tertentu yang menjaganya. Pensucian gunung Penanggungan dibuktikan dengan adanya lebih dari seratus bangunan suci berupa percandian, goa pertapaan, dan patirthan, yang tersebar pada lereng bawah hingga menjelang puncaknya.

Candi Lemari 

Candi Merak

Candi Selokelir 

Sebagai gunung yang dianggap suci, maka tidak heran jika sebagian besar bangunan percandian di gunung Penanggungan dibangun membelakangi puncaknya, sehingga kaum Rsi yang sedang beribadah akan bisa langsung menghadap ke arah puncak gunung yang diyakini sebagai tempat persemayaman para Dewa. Pensucian gunung Penanggungan juga terberitakan di dalam sumber data tekstual (prasasti dan susastra), yang membuktikan bahwa gunung Penanggungan telah dianggap sebagai gunung suci semenjak abad X hingga XVI Masehi. 

Candi Kerajaan 

Situs Meja Altar Dengan Tangga Makara Gajah atau Candi Gajah

Peserta Jelajah Situs Pawitra Foto Bersama Di Candi Lurah

Berdasarkan sumber data tekstual, nama Pawitra/Penanggungan telah disebut dalam Prasasti Cunggrang bertarikh 851 Çaka/929 Masehi yang dikeluarkan oleh mPu Sindok. Penyebutan nama Pawitra termuat di dalam prasasti pada baris ke-7:
"..kna ri sang hyang dharmmasrama ing Pawitra muang i sang hyang prasada silunglung sang siddha dewata.."
"..memelihara dharmmasrama (asrama yang mengajarkan kebaikan/pertapaan) suci di Pawitra dan prasada (menara kuil) suci silunglung dari siddha dewata.."

Dan, pada baris ke-9:
"..nguniweh sang hyang muang umahayua sang hyang tirtha pancuran ing Pawitra.."
"..bekerja untuk (dharmmasrama dan prasada) suci dan merawat pancuran air suci di Pawitra..".

Prasasti Cunggrang 

Candi Wayang 

Candi Shiwa

Perlu untuk diketahui bahwa, pada masa klasik terdapat 3 agama, yaitu: Kasaiwan (Syiwa/Hindu), Kasogatan (Buddha), dan Karesian (Kedewaguruan). Dan, percandian di gunung Penanggungan digunakan sebagai tempat ibadah agama Karesian/kaum Rsi. Berdasarkan sumber data tekstual, Darmma (tempat Suci Keagamaan) kaum Rsi di lereng Gunung Penanggungan pernah dikunjungi oleh raja Hayam Wuruk. Kunjungan Raja Hayam Wuruk (Majapahit) tersebut terberitakan dalam Kakawin Nãgarakṛtãgama atau Deçawarṇana karya mPu Prapanca.

Demikian isi Kakawin Nãgarakṛtãgama/Deçawarṇana pupuh 58 bait 1:
"...warnnan i sahnira riɳ jajawa riɳ padameyan ikaɳ dinunuɳ, mande cungran apet kalanön / numahas iɳ wanadeçalnöɳ, darmma karsyan i parçwanin acala pawitra tikaɳ pinaran, ramya nikan panunaɳ luralurah inikhötnira bhasa khiduɳ..."

"...diuraikan lagi seperginya beliau (Hayam Wuruk) dari Jajawa (candi Jawi) ke (desa) Padameyan berhenti di (desa) Cungrang mendapat keindahan masuk hutan rindang mengaguminya, darmma (tempat suci keagamaan) kaum Rsi di lereng gunung Pawitra/Penanggungan dikunjungi, tempat yang menawan memandang ke bawah jurang lembah dilengkapi dengan senandung kidung..." 

Candi Naga

Candi Lurah

Candi Wisnu

Karena digunakan sebagai tempat ibadah agama Karesian (kaum Rsi), maka tidak heran jika sebagian besar bangunan percandian yang ditemukan di gunung Penanggungan berbentuk punden berundak, yang mana bentuk bangunan ini merupakan bentuk bangunan budaya megalitikum asli lokal dengan puncaknya berupa altar dan kemuncak, bukan puncak Stupa - Buddha, maupun puncak Ratna - Hindu. Selain itu, kepurbakalaan di kawasan Situs Gunung Penanggungan kebanyakan berupa bangunan berundak mungkin karena disesuaikan dengan kondisi kemiringan tanah lereng gunung.

Ukiran relief pada percandian gunung Penanggungan juga didominasi oleh cerita Panji, sebuah genre susastra asli lokal yang lepas dari cerita epos Mahabarata maupun Ramayana. Relief cerita Panji ini dilihat dari bentuk penutup kepala tokoh-tokohnya yang khas --disebut tekes-- dan jalinan rambut yang disebut supit urang. Cerita Panji memiliki tema tentang hilangnya seorang puteri raja. Puteri itu kemudian ditemukan kembali oleh seorang pangeran, setelah sang pangeran berhasil mengalahkan musuh-musuh dari ayah sang puteri. Cerita Panji yang romantis ini sangat populer dan sering digunakan dalam berbagai pertunjukan wayang. Relief cerita Arjunawiwaha, Bimasuci, dan Panji, dianggap sebagai bukti pendukung teori adanya gerakan millenarisme di Gunung Penanggungan. 

Candi Yudha

Candi Pendawa 

Candi Penanggungan 

Bangunan candi di kawasan Situs Gunung Penanggungan kebanyakan berangka tahun atau dibangun pada masa akhir kerajaan Majapahit (periode abad ke 15 sampai 16 Masehi). Hal ini terjadi mungkin karena pihak kerajaan Majapahit ingin lebih memperhatikan kepercayaan lokal agar lebih berkembang dengan banyak membangun Prasada, Asrama, dan lain sebagainya, serta melokalisasikannya di komplek gunung Penanggungan. Selain itu, pada masa itu diduga terjadi fenomena millenarisme -- tentang aksi pengunduran diri dengan keyakinan akan datangnya Ratu Adil yang dapat membawa kembali pada masa lampau penuh bahagia. Ketika Islam mulai masuk ke tanah Jawa, masyarakat penganut Hindu-Buddha mulai terdesak. Dan, mereka akhirnya banyak yang mengundurkan diri, kemudian pergi ke gunung-gunung. Di gunung, mereka mendirikan bangunan-bangunan pemujaan, melakukan ibadah (menyatukan raga dan sukma dengan para Dewa), dan berharap hadirnya Ratu Adil yang akan mengembalikan masa-masa keemasan Majapahit.

Pahatan Angka Tahun 1326 Çaka/1404 M di Situs Goa Buyung. Era Majapahit Masa Pemerintahan Bhatara-Stri Rãjasawarddhanĩ/Kusumawarddhanĩ, raja Majapahit ke-6

Candi Putri

Bersama Sahabat Mencari Damai

Mitologi Gunung Penanggungan sebagai Mahameru Suci tertulis dalam kitab Tantu Panggelaran (1557 Çaka/1635 M). Dikisahkan, pulau Jawa saat itu masih dalam keadaan labil, tanahnya sering berguncang dan bergetar. Bhatara Guru kemudian memerintahkan semua Dewa dan makhluk Kahyangan agar pergi ke Jambudwipa (India) untuk memindahkan gunung suci Mahameru ke pulau Jawadwipa (Jawa), lalu memaku tanah Jawa agar menjadi stabil dan berhenti bergoyang. Puncak Mahameru yang setinggi langit itu kemudian dipotong dan diangkut beramai-ramai ke pulau Jawa.

Dalam proses pemindahannya, banyak bagian dari potongan gunung Mahameru yang jatuh tercecer menjadi Gunung Lawu, Wilis, Kelud, Kawi, Arjuno dan Welirang. Bagian yang tersisa kemudian menjadi Gunung Semeru. Sedangkan, bagian puncaknya yang tertinggi, melepas dan berdiri sendiri, kemudian diberi nama Pawitra yang berarti suci atau keramat. Pawitra inilah yang sekarang dikenal sebagai Gunung Penanggungan.


Panorama Alam di Puncak Bekel

Situs Gentong dan Meja Altar

Suasana Selama Pendakian, Walaupun Lelah yang Penting Tetap Semangat 

Demikian isi kitab Tantu Panggelaran (1557 Çaka/1635 M) yang menceritakan pemindahan gunung Mahameru oleh para Dewa dari Jambudwipa (India) ke pulau Jawadwipa (Jawa) hingga terciptanya gunung Pawitra (Penanggungan), isi kitabnya sebagai berikut:

Dilepas turun dari Barat menuju Timur di pulau Jawa, kemudian dilepaslah Sang Hyang Mahameru dipindah ke Timur dasarnya tertinggal ada di Barat. Oleh sebab itu nantinya ada tercipta gunung yang bernama Kelasa. Berdirinya Sang Hyang Mahameru beginilah bunyi ceritanya: Puncaknya dipindah ke Timur, dikelilingi oleh semua para Dewa sampai runtuh Sang Hyang Mahameru. Setelah di tanah runtuh terciptalah gunung Katong (Lawu), kedua di tanah runtuh terciptalah gunung Wilis, ketiga di tanah runtuh terciptalah gunung Kampud (Kelud), keempat di tanah runtuh terciptalah gunung Kawi, kelima di tanah runtuh terciptalah gunung Arjuno, keenam di tanah runtuh terciptalah gunung Kemukus (Welirang).

Rusaklah di bagian bawah setelah runtuhnya Sang Hyang Mahameru, kemudian lebih ke arah Utara berdiri tegak bagian potongan puncaknya, kemudian disana berdiri tempat para Dewa, puncak Sang Hyang Mahameru dipindah ke Pawitra maksud dari semua para Dewa, kemudian nanti disebut Pawitra puncak Sang Hyang Mahameru seperti bunyi ceritanya tadi.

Reruntuhan Candi di Situs Umpak Wolu

Puncak Bukit Bekel Terlihat dari Halaman Depan Candi Pendawa

Kapan Kamu Ada Waktu? Aku Ingin Mengajakmu Melihat Indahnya Indonesia 

Untuk informasi tambahan, jalur pendakian Gunung Pawitra/Penanggungan bisa dilalui: Via Tamiajeng; Via Jolotundo; Via Jedong (Ngoro); Via Kunjorowesi; Via Kedungudi; dan Via Wonosunyo (Belahan).


Rahayu.. Rahayu.. Rahayu.. 

FOLKLOR CANE BUKTI AIRLANGGA DAN GARUḌAMUKHA BERJAYA DI BUMI JANGGALA

Cerita tutur merupakan salah satu bentuk kearifan lokal. Tradisi menuturkan peristiwa sejarah sudah lama diperkenalkan oleh leluhur kita seb...