Komunitas Tapak Jejak Kerajaan (TJK) secara rutin setiap satu bulan sekali selalu menyelenggarakan kegiatan Sinau Aksara Jawa Kuno yang bertempat di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo - Jawa Timur.
Suasana Sinau Aksara Jawa Kuno di Museum Mpu Tantular - Sidoarjo |
Pada hari Minggu yang cerah, tanggal 08 Januari 2017, Komunitas Tapak Jejak Kerajaan mengadakan kegiatan Outing Sinau Aksara Jawa Kuno dengan mengunjungi 5 lokasi cagar budaya, yaitu Prasasti Kusambyan/Grogol, Prasasti Munggut/Sumber Gurit, Situs Sendang Made, Goa Made/Situs Kedung Watu, dan yang terakhir Gunung Pucangan.
Acaranya sungguh menyenangkan dan tidak membosankan, karena kita bisa belajar aksara Jawa Kuno, sekaligus belajar sejarah sambil jalan-jalan. Pesertanya-pun lumayan banyak, sekitar 30 orang lebih. Ditambah lagi, selama praktik membaca aksara Kawi secara langsung di prasasti ini, kita juga didampingi oleh ahlinya yang sudah mempunyai jam terbang tinggi dalam membaca aksara di prasasti, beliau adalah sang guru Sinau Aksara Jawa Kuno, Mbah Goenawan A. Sambodo.
Foto Bersama Mbah Goenawan A. Sambodo |
Tidak lupa, dalam setiap kunjungan ke masing-masing lokasi cagar budaya, kita juga didampingi oleh sang Jupel (Juru Pelihara). Hal ini membuat kami bisa dengan mudah masuk ke dalam salah satu bilik kecil di Sendang Made yang digunakan untuk menyimpan prasasti dan benda-benda cagar budaya lainnya. Jujur, sebenarnya lumayan susah untuk bisa memasukinya. Kabarnya, menurut keterangan Jupel prasasti Kusambyan dan Munggut, meskipun kita sudah izin ke Jupelnya, belum tentu kita akan diberi izin untuk masuk kedalamnya.
Foto Peserta Outing Sinau Aksara Jawa Kuno |
Dalam kesempatan ini, saya ingin sedikit berbagi informasi mengenai kesejarahan dari masing-masing lokasi yang kami kunjungi. Mohon maaf dan mohon dikoreksi kalau ada yang salah!. Maklum saja, disamping baru belajar sejarah, disini penulis juga hanya manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah. Kayak lirik lagu ya? Hehehehe.
1. Prasasti Kusambyan/Grogol
Prasasti Kusambyan/Grogol secara administratif terletak di Dusun Grogol, Desa Katemas, Kecamatan Kudu - Jombang. Prasasti terbuat dari batu andesit dengan aksara dan bahasa Jawa kuno, dan diperkirakan masih in-situ. Kondisi prasasti sudah tidak utuh lagi, karena bagian atasnya pecah menjadi 9 bagian (data 2012). Menurut informasi yang saya dapatkan dari Jupelnya, dahulu (tidak diketahui secara pasti tanggal, bulan, dan tahunnya), kabarnya ada orang yang bersemedi di lokasi prasasti tersebut, maklum lokasi prasasti memang lumayan jauh dari pemukiman penduduk, dan berada di lahan pohon jati milik bapak Wadiso.
Dalam proses semedi, kabarnya ada emas yang terlihat berada di dalam prasasti bagian atas. Oleh karena itu, entah saking tololnya atau saking serakahnya, orang yang bersemedi tadi akhirnya memecah batu prasasti dengan cara memukul-mukulnya (tidak diketahui dengan pasti menggunakan alat apa), hingga akhirnya bagian atas prasasti itu pecah menjadi beberapa bagian, harapannya agar bisa mengambil emas yang menurut penerawangannya berada di dalamnya. Itulah sebabnya mengapa bagian atas prasasti pecah menjadi 9 bagian.
Dalam proses semedi, kabarnya ada emas yang terlihat berada di dalam prasasti bagian atas. Oleh karena itu, entah saking tololnya atau saking serakahnya, orang yang bersemedi tadi akhirnya memecah batu prasasti dengan cara memukul-mukulnya (tidak diketahui dengan pasti menggunakan alat apa), hingga akhirnya bagian atas prasasti itu pecah menjadi beberapa bagian, harapannya agar bisa mengambil emas yang menurut penerawangannya berada di dalamnya. Itulah sebabnya mengapa bagian atas prasasti pecah menjadi 9 bagian.
Kondisi Bagian Atas Prasasti Kusambyan/Grogol yang Pecah |
Angka tahun Prasasti rusak, namun berdasarkan paleografinya berasal dari masa Airlangga. Isi prasasti menyebutkan dua lokasi penting, yakni Kraton Madander yang dirusak musuh si Cbek disaat perang (ring samarakaryya nguni ri kala satru si Cbek an tamolah makadatwan i Madander = baris 11-12 rect), dan desa Kusambyan yang dikukuhkan menjadi sima/tanah perdikan/bebas pajak (sima ri pageh makarasa sumima thaninya i Kusambyan = baris 15 rect). [Sumber: Titi Surti Nastiti, Prasasti Kusambyan: Identifikasi lokasi Madander dan Kusambyan. AMERTA. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi vol 31 no 1 Juni 2013, hal 1-80]
|
2. Prasasti Munggut/Sumber Gurit
Prasasti Munggut/Sumber Gurit secara administratif berada di Dusun Sumber Gurit, Desa Katemas, Kecamatan Kudu - Jombang. Prasasti yang terbuat dari batu andesit dengan aksara dan bahasa Jawa kuno ini seluruh aksaranya masih bisa terlihat dengan baik, dan diperkirakan masih in-situ. Prasasti juga dalam kondisi utuh serta terawat (diberi cungkup, berlantai keramik, dan dipagar), dan berdiri di pekarangan/halaman rumah warga. Menurut keterangan dari Jupelnya, rumah warga tersebut tidak lain adalah rumah milik bapaknya si Jupel sendiri.
Foto Peserta Outing Sinau Aksara Jawa Kuno di Prasasti Munggut/Sumber Gurit |
Isi prasasti peninggalan Raja Airlangga tersebut tersusun menjadi 24 baris, masing-masing untuk sisi depan (recto) dan belakang (verso), serta 42 baris untuk kedua sisi lainnya (semua sisi prasasti terpahat/terukir aksara). Ditetapkan pada tanggal 14 Krisnapaksa, Bulan Caitra, Tahun 944 Çaka (03 April 1022 M). Prasasti Munggut memuat berita tentang penetapan sima (tanah perdikan/bebas pajak) bagi penduduk Desa Munggut (sekarang masuk dalam wilayah Dusun Sumber Gurit).
Berikut kutipan isi Prasasti Munggut/Sumber Gurit mulai dari baris 3 hingga 8 recto:
3. Swasti saka warsatita, 944 cetramasa dewata tithi caturdasi Krana*
4. Paksa, wu, pa, an, wara, balamukti, katika karana naksatra, dahama dewata..
5. Yaja, wanija karana, irika dewansyajna sri maharaja rake halu sri lokeswara
6. Dharmawangsa Airlangga wikramattunggadewa**, tinadah rakryan mahamantrina sri sanggra
7. Ma wijaya prasadottunggadewi, uminsor i rakryan pacang pu dwija kemanakenikanag kara
8. … munggut*** sapasuk thani..
* tanggal penetapan
** nama raja
***nama desa/thani
[Sumber: https://gapurajombang.wordpress.com/2014/05/02/prasasti-sumber-gurit-prasasti-munggut/comment-page-1/]
Foto disamping Prasasti Munggut/Sumber Gurit |
Peserta Foto Bersama Jupel Prasasti Munggut/Sumber Gurit |
3. Situs Sendang Made
Situs Sendang Made secara administratif terletak di Desa Made, Kecamatan Kudu - Jombang. Di Sendang Made kita bisa menjumpai beberapa sendang, ada Sandang Drajat, Sendang Pengilon, dan Sendang Paomben. Menurut legenda, saat berada disekitar Kapucangan, Airlangga sempat singgah di Sendang Made. Setelah mandi di sendang tersebut, Airlangga yang masih menyamar sebagai pengamen menjadi semakin laris. Dari legenda inilah lahir upacara adat “Kungkum” yang hingga kini masih dilestarikan. Upacara adat tersebut biasanya dilakukan oleh para sinden agar karirnya semakin laris dengan berendam di dalam Sendang Made. [Sumber: https://gapurajombang.wordpress.com/2014/05/04/situs-sendang-made/]
Lokasi Sendang Made |
Berteduh Sambil Beristirahat di Pendopo yang Terdapat di Sendang Made |
Di Sendang Made kita juga bisa menjumpai beberapa benda cagar budaya, seperti prasasti, fragmen arca, panil relief, dan gentong kuno. Benda-benda tersebut diamankan di dalam salah satu bilik kecil di pinggir Sendang yang pintunya selalu tertutup dan digembok. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar benda-benda cagar budaya yang disimpan di dalamnya aman dan tidak hilang. Selain benda-benda tadi, di dalam bilik tersebut juga tersimpan beberapa pecahan terakota. Dalam kunjungan saya yang kedua kalinya ini, saya bersyukur akhirnya bisa memasuki bilik kecil tersebut, meski harus berdesak-desakan dengan teman-teman penggiat sejarah lainnya yang sangat antusias dan penasaran ingin melihat prasasti Sendang Made.
Benda-Benda Cagar Budaya yang Disimpan di Dalam Bilik Kecil |
Prasasti Sendang Made ditulis dengan menggunakan aksara kuadrat, yakni aksara Kawi atau Jawa Kuno yang ditulis dengan bentuk huruf menyerupai kotak atau bujursangkar, semacam jenis huruf cetak tebal (Bold), yang lazim digunakan pada masa Airlangga. Tapi anehnya, di atas prasasti terdapat potongan batu angka tahun era Majapahit. Angka tahun tersebut terbaca 1363 Çaka atau 1441 M, era pemerintahan Bhra Prabhu Stri Dewi Suhita, raja Majapahit ke-8. Sedangkan aksara Kuadrat di prasasti terbaca (mohon maaf kalau salah dan mohon koreksinya):
tuk = menari
iŋ / ing = di
wasanta = musim semi (bunga)
yage..? = ?????
paraṇdhi = dermawan / murah hati
Menari di musim semi?. Apakah potongan isi prasasti tersebut ada kaitannya dengan legenda penyamaran Airlangga sebagai pengamen?. Hingga akhirnya lahir upacara adat "kungkum" di Sendang Made yang sampai saat ini masih dilestarikan?. "jangan-jangan?". Memang, prasasti ini menjadi petunjuk penting tentang keterkaitan antara Sendang Made dengan Raja Airlangga.
Prasasti Beraksara Kuadrat yang di Atasnya Terdapat Potongan Batu Angka Tahun |
Foto Bersama Benda-Benda Cagar Budaya yang Disimpan di Dalam Bilik Kecil |
4. Goa Made/Situs Kedung Watu
Sama seperti Situs Sendang Made, Goa Made/Situs Kedung Watu secara administratif juga berada di Desa Made, Kecamatan Kudu - Jombang. Jarak antar kedua situs tersebut tidaklah jauh. Situs Kedung Watu atau lebih dikenal dengan nama Goa Made merupakan lokasi peninggalan purbakala yang masih menyimpan misteri tentang penemuan topeng, karena belum pernah ada topeng dan kerak besi yang ditemukan di dalam goa bawah tanah. Beberapa ahli melakukan analisis terhadap topeng tersebut guna membuka tabir misteri Goa Made. Ada yang menyimpulkan topeng tersebut terbuat dari bahan Cermet, ada juga yang menduga terbuat dari bahan Terakota. [Sumber: https://iaaipusat.wordpress.com/2012/04/09/fenomena-topeng-gua-made/]
Menurut arkeolog dari University of Arkansas (Romeo Center), Amerika Serikat, Claudio Giardino, dalam paparannya yang disampaikan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Kamis (11/8/2011), mengatakan bahwa dari serangkaian uji material yang mereka lakukan, beberapa topeng goa made mengandung tanah liat, tembaga, dan seng. Sementara topeng yang lainnya terbuat dari campuran tanah liat, timah, dan besi. Campuran (keramik) dan berbagai jenis logam (metal) ini dikenal sebagai 'cermet' (ceramic metal).
Temuan topeng dari material 'cermet' ini merupakan satu-satunya di dunia. Karena, sebagian besar temuan topeng dari situs-situs di dunia terbuat dari emas dan kayu. Di masa sekarang, 'cermet' dikembangkan untuk membuat cip komputer.
Menurut Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, jika dilihat dari konteks temuannya yang berada di dalam Goa Made, topeng tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-10 sampai abad ke-14 Masehi. Topeng tersebut diduga ada kaitannya dengan situs Kerajaan Majapahit di Trowulan. Menurutnya, bata yang dibuat untuk membangun Goa Made ukurannya sama dengan bata di Trowulan. Goa Made sebenarnya merupakan terowongan memanjang yang berada di bawah permukaan tanah dan mulutnya sangat sempit. [Sumber: http://sains.kompas.com/read/2011/08/12/11352481/Topeng.Goa.Made.Diteliti]
Mulut Goa yang di Atas Langit-langitnya Terlihat Struktur Bata Kunonya. Di Atas Permukaan Mulut Goa Juga Terdapat Tumpukan Bata Kuno |
Dari pengamatan saya selama di lokasi Situs Kedung Watu/Goa Made, saya mendapati ada dua lobang (mulut) Goa, satu sudah diberi cungkup, dan satunya lagi belum. Lobang (mulut) Goa yang bercungkup merupakan tempat penemuan topeng, dan menurut informasi dari sang Jupel, kondisi lobang goa-nya mulai dari mulut goa sampai ke dasar goa langsung turun vertikal dengan kedalaman kurang lebih 5 meter. Memang bila kita amati dari atas, goa tempat penemuan topeng tersebut sepintas mirip seperti sumur.
Ada juga lobang goa yang tidak bercungkup dan di atas mulut goanya terdapat tumpukan bata kuno dengan ukuran besar, yaitu 45×20×10. Lobang (mulut) goanya sempit, dan bila kita sedikit masuk kedalamnya akan terlihat struktur bata kuno yang menyangga langit-langit goa (tertata diatas langit-langit goa), semacam bangunan bekas terowongan. Diduga goa ini buatan manusia (warisan leluhur) yang pada zaman dulu (entah pada masa kerajaan Majapahit?) berfungsi sebagai gorong-gorong, karena memang mirip seperti terowongan saluran air. Selain diduga sebagai saluran air, goa ini juga diduga berfungsi sebagai tempat pelarian atau persembunyian, semacam bunker.
Goa Tempat Penemuan Topeng yang Diberi Cungkup |
Ada juga lobang goa yang tidak bercungkup dan di atas mulut goanya terdapat tumpukan bata kuno dengan ukuran besar, yaitu 45×20×10. Lobang (mulut) goanya sempit, dan bila kita sedikit masuk kedalamnya akan terlihat struktur bata kuno yang menyangga langit-langit goa (tertata diatas langit-langit goa), semacam bangunan bekas terowongan. Diduga goa ini buatan manusia (warisan leluhur) yang pada zaman dulu (entah pada masa kerajaan Majapahit?) berfungsi sebagai gorong-gorong, karena memang mirip seperti terowongan saluran air. Selain diduga sebagai saluran air, goa ini juga diduga berfungsi sebagai tempat pelarian atau persembunyian, semacam bunker.
Salam Boto Lawas di Atas Mulut Goa yang Tidak Bercungkup |
5. Gunung Pucangan
Gunung Pucangan secara administratif berada di Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan - Jombang. Gunung yang terkenal dengan cerita mistisnya ini diduga kuat sebagai tempat asal Prasasti Pucangan yang sekarang kabarnya ditelantarkan di gudang Museum di Calcutta India. Di gunung yang hutannya masih lumayan lebat ini, kita bisa menemukan beberapa Sendang atau kolam pemandian, seperti Sendang Dermo dan Sendang Widodaren. Pada hari tertentu (Malam Jumat Legi) gunung ini akan ramai dikunjungi oleh warga yang mempunyai hajat untuk meminta berkah.
Panorama Alam di Gunung Pucangan |
Blusukan di Gunung Pucangan |
Di gunung Pucangan kita juga bisa menjumpai beberapa makam kuno, seperti makam Dewi Kili Suci, dan beberapa makam kuno lainnya. Makam-makan kuno tersebut ada yang masih berkijingkan tatanan bata kuno, dan ada juga yang sudah berkijing keramik (baru dipugar). Apakah makam-makam kuno tadi memang benar-benar sebuah makam atau bukan?. Memang layak untuk dicurigai, "jangan-jangan?". Sebaran bata kuno di gunung Pucangan memang lumayan banyak, bahkan anak tangga di gunung Pucangan juga terbuat dari tatanan bata kuno. Jadi, patut diduga jika sebaran bata kuno tersebut adalah bekas reruntuhan bangunan ("Jangan-jangan?").
Makam Dewi Kili Suci |
Makam yang Kijingnya Terbuat dari Tatanan Bata Kuno |
Begitu kami tiba di Gunung Pucangan, lokasi pertama yang kami kunjungi adalah makam Dewi Kili Suci. Disana kami sempatkan untuk berdiskusi bersama Juru Pelihara/Juru Kunci makam mengenai kesejarahan dari makam Keramat tersebut sambil meminta izin untuk memasuki lokasi makam. Setelah mendapatkan izin, kami langsung masuk ke dalam lokasi makam. Kondisi makam bercungkup dan tertutup rapat, sehingga suasananya gelap, karena kurang cahaya. Di dalam cungkup makam Dewi Kili Suci, kami menemukan 2 makam yang berdampingan dengan nisan berukuran sama besar, dan sama-sama terbungkus kain putih. Karena demi untuk kepentingan penelitian, kami akhirnya memberanikan diri untuk membuka kain putih pembungkus nisan makam tersebut, tentunya dengan tidak mengurangi rasa sopan dan hormat kami terhadap makam keramat ini.
Setelah berhasil dibuka, ternyata nisan makam tersebut adalah sebuah Lingga berukuran besar yang sudah dicat warna putih. Begitu juga dengan nisan makam yang berada disebelahnya, ternyata juga sama, yakni sebuah Lingga yang memiliki ukuran sama besar. Entah kedua Lingga yang berdampingan tersebut masih in-situ atau tidak?. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kedua makam tadi benar-benar makam atau bukan?. Ya, patut untuk dicurigai, "jangan-jangan?".
Anak Tangga di Gunung Pucangan yang Terbuat dari Tatanan Bata Kuno |
Diskusi Sejarah Bersama Juru Kunci Makam Dewi Kili Suci Sekaligus Meminta Izin Untuk Masuk Kedalam Lokasi Makam |
Setelah berhasil dibuka, ternyata nisan makam tersebut adalah sebuah Lingga berukuran besar yang sudah dicat warna putih. Begitu juga dengan nisan makam yang berada disebelahnya, ternyata juga sama, yakni sebuah Lingga yang memiliki ukuran sama besar. Entah kedua Lingga yang berdampingan tersebut masih in-situ atau tidak?. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah apakah kedua makam tadi benar-benar makam atau bukan?. Ya, patut untuk dicurigai, "jangan-jangan?".
Proses Membuka Kain Putih Pembungkus Nisan Salah Satu Makam. Dan, Ternyata Nisan Tersebut Adalah Sebuah Lingga |
Sebelumnya saya sudah pernah berkunjung ke gunung Pucangan, dan waktu itu saya hanya menemukan 2 Lingga saja, yang juga berukuran besar. Yang satu berada di depan Mushola di dekat pohon rindang, dan yang satunya lagi berada di samping 3 makam panjang yang sekarang sudah dikelilingi pagar tembok, berlantai dan berkijingkan keramik, juga sudah diberi atap yang menyerupai rumah gadang. Bangunan tersebut tergolong masih baru, karena waktu saya mengunjungi gunung Pucangan kurang lebih setahun yang lalu, masih belum ada bangunan baru itu. Dan, dulu ketiga makam panjang tersebut, kijingnya masih terdiri dari tatanan bata kuno. Kedua Lingga tadi diperkirakan sudah tidak in-situ lagi. Jadi, jumlah total Lingga yang berada di Gunung Pucangan semuanya berjumlah 4 Lingga dengan ukuran yang hampir sama besar.
Kang TP PIKNIK Sedang Melakukan Penghormatan Terhadap Benda Peninggalan Leluhur, yakni Sebuah Lingga di Depan Mushola di Sebelah Pohon Rindang |
Mbah Goenawan A. Sambodo Sedang Berpose di Samping Lingga yang Berada di Samping 3 Makam yang Sudah di Kelilingi Tembok Baru. |
"Tulisan itu rekam jejak. Sekali dipublikasikan, tak akan bisa kau tarik. Tulislah hal-hal berarti yang tak akan pernah kau sesali kemudian." (Helvy Tiana Rosa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar