Prasasti Pamwatan/Pamotan 964 Çaka/1042 M (19 Desember 1042 M) secara administrasi terletak di Desa Pamotan, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Prasasti berbahan andesit dengan aksara dan bahasa Jawa Kuna ini dikeluarkan oleh Raja Airlangga dengan gelar abhiseka Çri Mahãrãja Rakai Halu Çri Lokeçwara Dharmmawaṅça Airlaṅga Anãntawikramottuṅgadewa dengan Çrĩ Samarawijaya sebagai Rakryãn Mahãmantrĩ i Hino-nya (Damais 1955 : 183).
Pada sisi depan (recto) di bagian atas prasasti terdapat tulisan dalam aksara Kwadrat yang terbaca 'dahaṇa'. Sayangnya, prasasti yang isinya masih belum tuntas dibaca itu, karena bagian bawah prasasti masih terpendam tanah dan diduga masih ada aksaranya, hilang dicuri pada bulan September 2003 (sumber: Radar Bojonegoro). Hilangnya prasasti yang oleh warga sekitar dikenal dengan sebutan Watu Gong ini, menimbulkan perdebatan panjang mengenai tafsiran kata 'dahaṇa', apakah merujuk pada Dahaṇa(Pura) atau bukan?.
Pada kunjungan saya ke lokasi cungkup bekas berdirinya prasasti Pamotan, saya beruntung bisa berjumpa dengan bapak Warsim, beliau adalah perawat bangunan tersebut. Rumah beliau tepat berada di sampingnya. Di tempat yang sejuk dan rindang itu kami berbincang banyak hal mengenai Prasasti Pamotan. Menurut bapak Warsim, hilangnya prasasti Pamotan sangat disayangkan oleh warga, mereka merasa sangat kehilangan.
Foto Bersama Bapak Warsim di Depan Cungkup Bekas Prasasti Pamotan |
Menurut beliau, prasasti Pamotan adalah peninggalan leluhur yang sangat mereka hormati dan mereka keramatkan. Dalam tradisi Desa Pamotan, seperti acara nyadran atau sedekah bumi, lokasi pelaksanaannya secara turun temurun selalu terpusat disana. Bahkan, apabila ada warga desa Pamotan yang mempunyai hajat atau mau ada acara hajatan, mereka mempunyai tradisi untuk mengirim Tumpeng dan berdoa disana.
Bapak Warsim juga bercerita bahwa dirinya sejak kecil sudah akrab dengan Prasasti Pamotan, sehingga beliau sangat hafal betul dengan kondisi fisik prasasti tersebut. Beliau juga mengatakan kesiapannya menjadi saksi untuk memastikan apakah sebuah prasasti itu benar-benar asli prasasti Pamotan atau bukan, jikalau prasasti tersebut ditemukan.
Foto Prasasti Pamotan |
Bapak paruh baya itu juga bercerita, bahwa seluruh pelaku yang terlibat dalam pencurian prasasti batu tersebut semuanya meninggal dunia. Seketika itu saya langsung teringat akan kutukan/Sapatha yang biasanya terdapat pada bagian bawah prasasti yang berisi tentang kutukan sumpah serapah bagi siapa pun yang berani mencabut prasasti dari tempatnya. Ya, Percaya nggak percaya.
Bapak Warsim juga menuturkan bahwasanya, dirinya dan juga warga desa Pamotan masih mempercayai jika energi atau yoni dari Prasasti itu masih ada dan masih tertinggal di dalam cungkup tersebut. Kendati secara fisik prasasti batunya sudah tidak ada lagi, tetapi energi atau yoninya masih tetap ada.
Bapak Warsim juga menuturkan bahwasanya, dirinya dan juga warga desa Pamotan masih mempercayai jika energi atau yoni dari Prasasti itu masih ada dan masih tertinggal di dalam cungkup tersebut. Kendati secara fisik prasasti batunya sudah tidak ada lagi, tetapi energi atau yoninya masih tetap ada.
Foto di Depan Cungkup Bekas Prasasti Pamotan |
Itulah alasannya mengapa sampai saat ini tempat tersebut masih dikeramatkan. Bapak Warsim juga berpesan jika sewaktu-waktu saya ingin berkunjung ke sana lagi, beliau berharap untuk dikabari terlebih dahulu, agar beliau bisa menemani. Bapak yang sangat ramah itu merasa senang jika bisa menemani, dan beliau menekankan bahwasanya beliau ikhlas dan tidak mengharapkan imbalan apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar